Hari ke-4 : Inilah Hidup |
Di tengah padang yang gersang, yang sepertinya tidak ada kehidupan.
Panas yang menyengat di kala siang, dingin yang menggigit di kala malam.
Tanaman pun enggan untuk hidup dan hanya berteman pasir dan batu padas. Padang
gurun lebih menyerupai tempat di mana pintu kematian terbuka lebar. Jika ada
orang yang berniat hidup di padang gurun, mungkin orang sekarang akan
berkomentar, “Aneh-aneh”, “cari perkara..!”, “Mencari mati…!!!” Ya, padang
gurun dahulu diyakini sebagai tempat kematian dimana iblis berkeliaran.
Apakah Yesus yang masuk ke padang gurun dan tinggal selama 40 hari di
sana pun akan kita komentari seperti itu? Apakah Dia kita anggap, ‘Aneh-aneh’,
‘cari perkara’, mencari mati..!’? Tentu tidak. Yesus masuk ke padang gurun
bukan untuk mencari mati, melainkan untuk menemukan hidup manusia yang
sesungguhnya. Dan Dia menemukan kehidupan itu! Hidup yang bertunas, tumbuh dan
tumbuh….
‘Inilah Hidup’ Lukisan ini memaparkan bahwa meskipun di tengah
kegersangan, di tengah ketandusan, di antara iblis yang berkeliaran dan di
depan pintu kematian, namun di tangan Tuhan, hidup tetap tumbuh. Hidup dalam
perlindungan tangan Tuhan, itulah hidup yang diimpikan oleh semua orang
beriman. Apa yang digambarkan dalam lukisan ini secara kasat mata atau dengan
menggunakan logika sepertinya tidak mungkin, namun memang lukisan ini bukan
untuk dicerna dengan akal dan pikiran. Lukisan ini untuk dilihat dengan
keyakinan dan iman.
Hanya Allah yang menciptakan kehidupan. Dia terus dan terus mencipta
bersama dan melalui ciptaan yang sudah Dia ciptakan sebelumnya. Maka hidup yang
merupakan wujud nyata dari kasih-Nya, akan Dia pelihara, akan Dia lindungi,
manakala kita mau berserah diri kepada-Nya. Hidup dalam tangan Tuhan, ‘INILAH HIDUP’
Dandanggula - 4
Kuncarane manungsa sayekti
Aneng laku tan sigeg ing tapa
Memasuh nalar budine
Nayuh rasa satuhu
Nedya mbikak gunging kelir kori
Manggya kang winursita
Jejabang sinepuh
Kapang den kaupakara
Yekti tansah sisip singsal den rerukti
Gya rinengkuh trusing tresna
(Kemuliaan manusia sesungguhnya, pada ‘laku’
yang tak henti dalam bertapa. Mengasah nalar dan budinya, menggapai rasa yang
sejati. Hendak membuka semua layar dan pintu, hendak bertemu dengan yang terhormat, bagaikan bayi yang penuh kebijaksanaan,
namun rindu untuk diperhatikan, meski selalu terselip dan tak terperhatikan.
Menanti pelukan kasih sayang)
(8/11/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)
No comments:
Post a Comment