Wednesday, November 11, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-5 : Silencium

Hari ke-5 : Silencium
Dia tidak berkata-kata, hanya diam, menatap dalam diam. Dimana pun kita berdiri, Dia tetap menatap kita, seolah mengajak kita untuk berbicara. Ya, Dia mengajak kita berbicara dalam diam. Mengapa diam? Mengapa silencium? Silencium adalah diam, silencium adalah ‘laku tapa mbisu’ tidak berkata-kata, tidak bersuara.
Pikiran kita adalah ruang bebas, dimana kita bisa bebas sebebas-bebasnya. Selama masih ada dalam pikiran tidak ada yang mampu menghalangi, tidak ada yang bisa menegur atau membatasi. Kecamuknya pikiran, akhirnya terungkap melalui perbuatan atau tindakan dan juga kata-kata. Ungkapan melalui kata-kata biasanya cenderung menilai yang di luar, entah orang lain atau pun obyek lain. Entah pada akhirnya memuji dan mengagumi atau pun mempersalahkan dan merendahkan. Selain itu, kalimat atau kata-kata juga terungkap karena keinginan untuk diperhatikan dan memperhatikan.
Dengan diam, dengan menahan untuk berkata-kata,  kita belajar untuk mengarahkan ke dalam diri kita sendiri. Bukan menilai orang lain, tetapi menilai diri sendiri. Bukan mencari perhatian orang lain, tetapi memperhatikan ke dalam diri sendiri. Dengan demikian, diam kita merupakan wujud refleksi ke dalam diri kita sendiri.
Dia menatap kita, bukan sekedar  memandang, tetapi menatap dan masuk ke dalam. Dia mengajak kita untuk menjenguk ke dalam, ke lebih dalam, dan ke yang paling dalam. Bersama Dia dalam bergerak ke dalam, berarti mempersilahkan diri kita, membuka diri kita selebar-lebarnya untuk kehadiran-Nya. Biarkan di masuk ke dalam, ke lebih dalam sampai ke yang paling dalam.
Marilah kita jujur kepada-Nya. Tidak ada lagi yang pantas disembunyikan dari-Nya.  Upaya menyembunyikan segala sesuatu dari-Nya hanya akan merugikan diri kita sendiri. Tidak jujur di hadapan Tuhan, bukan Tuhan yang dirugikan, melainkan diri kita sendiri. Biasanya ketidakjujuran itu muncul karena ketidakberanian menghadapkan dosa dan kesalahan kita dihadapan-Nya.


Dandanggula - 5

Papat kliwat lima den kaudi
Tan pinanggih laku lelaworan
Mendhak mandhap trus atine
luruh sajroning kalbu
sagung daya lumarap mring Gusti
ndhadha gung lepatira
ngrerepe penuwun
mugi antuk pangaksama
krana asih twin kawelasaning Gusti
pinayungan sedyanira.


(Empat penjuru mata angin terlewati, namun yang kelima masih terus dicari. Tak kunjung bertemu karena tindak yang sembarangan. Rendah dan rendahkanlah hati, runtuhkanlah  sanubari . Semua kekuatan lenyap di hadapan Tuhan. Mengakui segala dosa dan kesalahan, memohon dengan mengiba, semoga mendapat pengampunan karena kasih dan sayang Tuhan. Semoga harapan ini mendapat berkah-Nya.)

(9/11/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

No comments:

Post a Comment