Hari ke-10 : Fatamorgana |
Ketika manusia sampai
pada batas kekurangan atau mengalami penderitaan yang sangat, maka dorongan
untuk memenuhi kebutuhan atau keluar dari situasi kritis itu sangat besar.
Dorongan yang sangat besar itu pertama-tama mempengaruhi pikiran untuk
berkhayal atau bertindak. Bahkan orang yang mengalami dehidrasi di padang
gurun, akan jelas melihat khayalannya tersebut. Bayangan semu yang menipu itu
disebut fatamorgana.
Dorongan bukan hanya
muncul karena situasi kritis, melainkan juga karena melihat kehidupan orang
lain yang lebih baik, status orang lain yang lebih terhormat. Maka muncullah
keinginan untuk sama seperti orang tersebut, dan kita menyebutnya cita-cita. Cita-cita
inilah yang membimbing manusia kea rah mana dia akan menjadi. Ada yang
berhasil, tetapi tidak sedikit yang gagal dan akhirnya harus menerima kenyataan
menjadi apa yang bisa mereka alami.
Yesus mengalami haus
yang teramat sangat, Dia pun mengalami dehidrasi. Muncul pula halusinasi dan
dorongan yang kuat untuk mendapatkan minum. Bayangan semu itu tidak membuat Dia
segera pergi dari padang gurun untuk mendapatkan air atau anggur di kampung
terdekat. Dorongan itu tetap Dia perhatikan dan disadari sebagai keinginan yang
tidak harus dipenuhi demi ‘laku’ yang
harus Dia jalani. Situasi ini belumlah sampai pada puncaknya, dan Dia masih
bisa bertahan. Meski hanya setetes dua tetes masih ada embun yang bisa
melegakan dahaga-Nya. Bayangan suasana
yang teduh, taman yang indah dan nyaman, anggur yang lezat, menguap dari
pikiran-Nya.
Terkadang kita pun
harus berhadapan dengan kenyataan yang pahit. Namun seringkali kita tidak mampu
bertahan dan menganggap situasi kita sudah merupakan keadaan yang paling. Kita
merasa sebagai orang yang paling sakit, paling menderita, paling sengsara
melebihi siapapun. Benarkah? Ataukah karena kita demikian rapuh sehingga
mengalami sedikit tekanan saja sudah mengaduh-aduh dan berteriak-teriak? Jika
kita mau mencermati, sesungguhnya yang membuat kita bereaksi berlebihan adalah
pikiran kita sendiri. Masih banyak orang yang mengalami situasi lebih ekstrim
dari kita, maka lebih indah jika kita bisa mensyukuri apa yang ada dan bukan
mengeluh bahkan mengumpat pada Tuhan. Lebih baik kita berbuat daripada sibuk
mempersalahkan orang lain dan menganggap mereka sebagai biang keladi
penderitaan kita.
Pangkur
-3
Jerite
buwana sungsang
Sesambat
luh kadya jawah sawengi
Mula
mulatira tundhuk
Ajwa
pijer tumenga
Jer
panandhang ndayani mosik lan tuwin
Kang
ana lir kanungrahan
Pantesipun
den syukuri.
(Jerit penderitaan seolah bumi terbalik,
keluh kesah seperti hujan semalaman. Maka tunduklah dan lihatlah mereka yang
lebih menderita, jangan hanya melihat ke atas. Karena persoalan member kekuatan
untuk bergerak dan tumbuh. Segala yang ada merupakan karunia, yang pantasnya
untuk disyukuri.)
(14/11/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)
No comments:
Post a Comment