PRABA No. 23 - Desember - I - 2015 |
"Seorang lelaki berperawakan sedang, berkaos putih, celana hitam nampak duduk tertegun di depan kanvas putih polos. Dikelilingi tali lawe putih, membentuk ruang maya segi empat. Sesekali tangannya membetulkan letak kacamata penghias langkah pengembaraan. Dalam naungan rambut putih keperawakan, mencoba mencari seraut wajah lama yang melayang dalam riuh suasana gempita semesta raya. --Lalu tangan kanan mulai menggerakkan tangkai kuas pada bagian atas kanvas. Mulai merajut mozaik wajah lama yang dipuja sekalian bangsa. Lama tersimpan dalam hamparan pasir gurun nan sunyi. Runutan peristiwa diawali dengan menorehkan cat kuning kecoklatan. Membentuk garis-garis tegas setengah melengkung membingkai mozaik yang sejatinya nampak begitu nyata itu. --- Sesekali nafasnya nampak berhenti. Seolah rasa hati sedang diayunkan fatamorgana sunya ke alam masa silam. Saat mada sukacita mulai menggema di balik rasa sunyi keabadian. Guratan batas wajahpun lalu termeteraian. Awalnya nampak biasa saja. Namun menjadi nampak hidup layaknya jiwa-jiwa di api pensucian saat menemukan ekspresi dalam nyata."
Tulisan ini mengawali rubrik Seni dan Budaya di Tabloid Praba Desember 2015 yang bertajuk "Tata Ulang Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara Mlati Sleman Yogyakarta, GALANG DANA via SILENCIO INCOGNITO". Hugo M Satyapara, sang penulis seni dan budaya, membawa kita ikut merasakan proses Silencio Incognito yang diselenggarakan di Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara. Perjalanan mengikuti Yesus di padang gurun selama 40 hari bersama Gregorius Garuda Sukmantara. Dalam tiga halaman tulisannya, Hugo M Satyapra, menceritakan pula benih-benih iman panggilan dan perkembangan umat Katholik di wilayah Donoharjo Utara.
Terima kasih PRABA, telah berkenan meliput proses Tata Ulang Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara. Berikut tulisan Hugo M Satyapara secara lengkap.
No comments:
Post a Comment