Sunday, December 13, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-39: Maka Tersenyumlah

Hari ke-39 :  Maka Tersenyumlah
Yesus sudah dalam perjalanan untuk keluar dari padang gurun dan masuk ke keramaian untuk mewartakan Injil.
Tidak seperti ketika masuk ke dalam kesunyian padang gurun, Dia tidak membawa bekal yang cukup, bahkan bisa dikatakan tidak membawanya sama sekali. Namun ketika masuk ke dalam keramaian bekal pada-Nya sangat melimpah. Bukan bekal makanan, minuman, atau uang, melainkan pemahaman yang menyeluruh mengenai manusia. Dia masuk ke dalam keramaian manusia sebagai manusia yang sepenuhnya manusia, sekaligus sepenuhnya Allah.
Inilah yang membuat Dia penuh percaya diri namun juga penuh pengertian. Seandainya Dia hanya mengandalkan kepenuhan-Nya sebagai Putera Allah, maka Dia hanya penuh percaya diri dan kemungkinan mengandalkan kuasa-Nya untuk melihat dan menyelesaikan segala persoalan. Tetapi Dia juga sepenuhnya manusia, maka Dia bisa melihat dengan penuh pengertian pula. Inilah yang membuat Dia menjadi Guru yang bijaksana.
Jika kita hanya mengandalkan kuasa baik yang bersumber dari harta, kepandaian, ataupun pangkat dan derajat, maka kita akan menghadapi persoalan dengan penuh rasa percaya diri. Namun jika tanpa pemahaman dan pengertian pada kemanusiaan, akan muncul sikap sewenang-wenang, keinginan untuk memaksakan kehendak dan tidak mau mengerti orang lain. Muncul pula kecenderungan untuk memanfaatkan dan menguasai orang lain.
Mengikuti Yesus di padang gurun, membuat kita memahami kemanusian, memahami diri kita sendiri. Inilah bekal bagi kita untuk juga bisa mengerti dan memahami persoalan orang lain dengan benar. Berbekal dengan pengertian dan pemahaman ini kita akan bisa bersikap lebih bijaksana. Terlebih terhadap persoalan diri yang melibatkan orang lain.
Mungkin saja kita tidak mempunyai harta dan pengetahuan, kita tidak mempunyai derajat/ pangkat dan status yang tinggi di mata masyarakat. Namun kedekatan kita dengan Allah dan kesadaran untuk menyandarkan diri pada Allah, apa lagi yang masih kurang? Ketika kita mampu bersikap Allah saja cukup, apa lagi yang kita butuhkan?
Bersikap Allah saja cukup, bukan berarti kita tidak peduli sama sekali terhadap atribut dan bahasa duniawi. Apa yang ada pada kita, apapun itu, kita pandang sebagai anugerah Allah dan digunakan untuk mengungkapkan kasih Allah baik kepada keluarga, saudara, Gereja maupun orang lain. Sebagai anugerah Allah maka keterikatan kita bukan kepada obyek harta dan kuasa, melainkan kepada Allah. Inilah inti dari sikap Allah saja cukup. Allah menjadi satu-satunya andalan dan kita terikat kuat kepada-Nya.
Dengan bekal apa yang kita peroleh dari perjalanan mengikuti Yesus di padang gurun, apa lagi yang pantas untuk kita takutkan dan khawatirkan? Maka tersenyumlah. Kita hadapi seluruh persoalan dengan sikap yang benar. Kasih Allah akan melingkupi dan mewarnai hidup kita. Daya Roh Kudus akan selalu menyertai setiap langkah kita. Dengan berpijak pada kesadaran sebagai manusia yang berkaitan dengan manusia lain dan kesadaran akan hidup yang berkaitan dengan Allah Sang Sumber Hidup, kita akan menatap segala persoalan dengan sikap yang lebih tenang dan bijaksana.
Apa yang harus selalu kita ingat sekarang adalah menjaga kesadaran itu setiap saat. Godaan apapun yang akan kita hadapi kemudian, adalah upaya kuasa kegelapan untuk mengikis kesadaran tersebut. Upaya kegelapan akan menggiring kita untuk melupakan orang lain dan mementingkan kepentingan diri, bahkan membujuk kita untuk melupakan Allah dan menjauh dari-Nya. Dari mana pintu masuk kuasa kegelapan tersebut? Dari sikap yang tidak bisa mensyukuri apapun. Maka dengan terus bisa menysukuri apapun yang kita terima akan membuat pintu itu senantiasa tertutup terhadap kuasa kegelapan. Maka…tersenyumlah.
  
-------------------------
Gambuh – 4

Mapag sakeng bebendu
Datan ajrih, tan pingin lumayu,
Gesang pasrah mligi ing ngarsane Gusti,
Eling lan waspada tuhu,
Sumringah ndhepani lakon.
--------------------------


Menghadapi segala persoalan kehidupan, tidak takut tidak ingin melarikan diri. Hidup dipasrahkan pada kuasa Allah semata. Selalu ‘eling lan waspada’, membuat kita tersenyum gembira menghadapi kenyataan.)

(13/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

No comments:

Post a Comment