Saturday, September 23, 2017

Peringatan Wajib St. Pius dari Pietrelcina (Padre Pio), Imam

Image result for padre pio adalah
“Aku hanya ingin menjadi seorang biarawan miskin yang berdoa.” ~ St Padre Pio

Pio of Pietrelcina (bahasa Italia: Pio da Pietrelcina), O.F.M. Cap. umumnya dikenal sebagai Padre Pio, (lahir di Italia, 25 Mei 1887 – meninggal di Italia, 23 September 1968 pada umur 81 tahun) adalah seorang pastor  dari Ordo Saudara-saudara Dina Kapusin (Ordo Friars of Minor Capuchin ) Padre Pio mendapatkan stigmata hampir seluruh hidupnya. Padre Pio yang mengalami stigmata ini tetap rendah hati dan tidak sombong. Meskipun berbagai macam rintangan menghadang, Ia tetap sabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Bapa Yang Mahakuasa.

Padre Pio (Francesco Forgione) dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1887 di sebuah kota kecil bernama Pietrelcina, Italia selatan, dalam wilayah Keuskupan Agung Benevento. Ia adalah anak ke-5 dari 8 bersaudara dari keluarga petani, pasangan Grazio Forgione dan Maria Giuseppa De Nunzio atau yang biasa disebut Mama Peppa. Bagi Mama Peppa sendiri, Fransesco (panggilan Padre Pio saat kecil), ia memang berbeda dari anak lain. Jauh lebih religius. Fransesco pun kerap ditampaki berbagai macam wujud, seperti Tuhan Yesus, Bunda Maria, bahkan setan. Hal itu terjadi sejak ia berusia 5 tahun.
Pada tahun 1903, saat ia berusia 16 tahun, ia berpisah dari keluarganya untuk masuk ke Biara Kapusin, biara yang terkenal akan biarawan-biarawan yang kebanyakan berjenggot. Tak lama setelah itu, ia diangkat menjadi novis dan dipilihkan sebuah nama orang kudus, sesuai dengan aturan biara tersebut. Dan untuk Fransesco, dipilihkan nama Pio.

Stigmata pertamanya sebenarnya terjadi di Pietrelcina, sore hari, 7 September 1911. Karena Ia takut, Ia lalu bertemu Monsigneur Salvatore Panullo, Pastor Paroki Pieltrecina untuk menolongnya, dengan cara berdoa. Ajaibnya, luka-luka stigmata itu hilang. Stigmata sesungguhnya terjadi pada 20 September 1918. Ketika itu, Padre Pio sedang sendirian di sebuah kapel tua. Tiba-tiba, Ia ditampaki sosok-sosok seperti malaikat dan memberinya sebuah stigmata. Luka-luka itu terdiri dari tangan kiri kanannya, juga di kakinya, juga pada lambung. Luka-luka itu membuka dan mengeluarkan banyak darah. Sebenarnya, kejadian ini amat dirahasiakan Padre Pio. Namun untuk kali ini ketahuan, sebab ketika Ia bergegas ke kamar untuk mengentikan pendarahan tersebut, darah tercecer ke lantai yang dilewatinya.Oleh karena itu, Kepala Biara memanggil dokter untuk mengobatinya. Dokter itu bersaksi, "Sungguh, ini bukan luka yang dibuat-buat. Di lambungnya pun, juga terdapat luka."
Inilah salah satu suratnya kepada Padre Benedetto, pembimbing rohaninya, tertanggal 22 Oktober 1918.
“… Apakah yang dapat kukatakan kepadamu mengenai penyalibanku? Ya Tuhan! Betapa aku merasa bingung dan malu apabila aku berusaha menunjukkan kepada orang lain apa yang telah Engkau lakukan kepadaku, makhluk-Mu yang hina dina! Kala itu pagi hari tanggal 20 [September] dan aku sedang berada di tempat paduan suara setelah perayaan Misa Kudus, ketika suatu istirahat, bagaikan suatu tidur yang manis menghampiriku. Segenap indera, lahir maupun batin, pula indera jiwa ada dalam ketenangan yang tak terlukiskan. Ada suatu keheningan mendalam di sekelilingku dan di dalamku; suatu perasaan damai menguasaiku dan lalu, semuanya terjadi dalam sekejab bahwa aku merasa bebas sepenuhnya dari segala keterikatan. Ketika semuanya ini terjadi, aku melihat di hadapanku, suatu penampakan yang misterius, serupa dengan yang aku lihat pada tanggal 5 Agustus, yang berbeda hanyalah kedua tangan, kaki dan lambung-Nya mencucurkan darah. Penglihatan akan Dia mengejutkanku: apa yang kurasakan pada saat itu sungguh tak terkatakan. Aku pikir, aku akan mati; dan pastilah aku mati jika Tuhan tidak campur tangan dan memperkuat hatiku, yang nyaris meloncat dari dadaku! Penglihatan berakhir dan aku tersadar bahwa kedua tangan, kaki dan lambungku ditembusi dan mencucurkan darah. Dapat kau bayangkan siksaan yang aku alami sejak saat itu dan yang nyaris aku alami setiap hari. Luka di lambung tak henti-hentinya mencucurkan darah, teristimewa dari Kamis sore hingga Sabtu. Ya Tuhan, aku mati karena sakit, sengsara dan kebingungan yang aku rasakan dalam kedalaman lubuk jiwaku. Aku takut aku akan mencucurkan darah hingga mati! Aku berharap Tuhan mendengarkan keluh-kesahku dan menarik karunia ini daripadaku….”

Setelah Misa, Padre Pio biasa melewatkan sebagian besar harinya dalam doa dan melayani Sakramen Pengakuan Dosa. Hidupnya penuh dengan berbagai karunia mistik, termasuk kemampuan membaca batin para peniten, bilokasi, levitasi dan jamahan yang menyembuhkan. Darah yang mengucur dari stigmatanya mengeluarkan bau harum mewangi atau harum bunga-bungaan.
Padre Pio dinyatakan sebagai Venerabilis pada tanggal 18 September 1997 oleh Paus Yohanes Paulus II; pada tanggal 2 Mei 1999 dibeatifikasi; dan akhirnya dikanonisasi pada tanggal 16 Juni 2002 di Roma, oleh Paus yang sama. Gereja memaklumkan pesta liturgis St Padre Pio dari Pietrelcina dirayakan pada tanggal 23 September.

Di meja altar Gereja St. Petrus Donoharjo Utara tertanam Relekwi Padre Pio, semoga kita terus-menerus menemukan Tuhan atau ditemui Tuhan atas cara yang istimewa seperti dilakukan-Nya dalam hidup Padre Pio. Kita sangat dikuatkan oleh doa, nasihat, dan teladannya. Dia menguatkan kita dengan memberikan nasihat berharga ini: “Pray, hope and don’t worry!”



(diambil dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment