Friday, December 18, 2015

Terima Kasih Tabloid PRABA

PRABA No. 23 - Desember - I - 2015
"Seorang lelaki berperawakan sedang, berkaos putih, celana hitam nampak duduk tertegun di depan kanvas putih polos. Dikelilingi tali lawe putih, membentuk ruang maya segi empat. Sesekali tangannya membetulkan letak kacamata penghias langkah pengembaraan. Dalam naungan rambut putih keperawakan, mencoba mencari seraut wajah lama yang melayang dalam riuh suasana gempita semesta raya. --Lalu tangan kanan mulai menggerakkan tangkai kuas pada bagian atas kanvas. Mulai merajut mozaik wajah lama yang dipuja sekalian bangsa. Lama tersimpan dalam hamparan pasir gurun nan sunyi. Runutan peristiwa diawali dengan menorehkan cat kuning kecoklatan. Membentuk garis-garis tegas setengah melengkung membingkai mozaik yang sejatinya nampak begitu nyata itu. --- Sesekali nafasnya nampak berhenti. Seolah rasa hati sedang diayunkan fatamorgana sunya ke alam masa silam. Saat mada sukacita mulai menggema di balik rasa sunyi keabadian. Guratan batas wajahpun lalu termeteraian. Awalnya nampak biasa saja. Namun menjadi nampak hidup layaknya jiwa-jiwa di api pensucian saat menemukan ekspresi dalam nyata."

Tulisan ini mengawali rubrik Seni dan Budaya di Tabloid Praba Desember 2015 yang bertajuk "Tata Ulang Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara Mlati Sleman Yogyakarta, GALANG DANA via SILENCIO INCOGNITO". Hugo M Satyapara, sang penulis seni dan budaya, membawa kita ikut merasakan  proses Silencio Incognito yang diselenggarakan di Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara. Perjalanan mengikuti Yesus di padang gurun selama 40 hari bersama Gregorius Garuda Sukmantara. Dalam tiga halaman tulisannya, Hugo M Satyapra, menceritakan pula benih-benih iman panggilan dan perkembangan umat Katholik di wilayah Donoharjo Utara.

Terima kasih PRABA, telah berkenan meliput proses Tata Ulang Gereja Santo Petrus Donoharjo Utara. Berikut tulisan Hugo M Satyapara secara lengkap. 





Tuesday, December 15, 2015

Misa Penutupan Silencio Incognito

Diiringi hujan pada hari Selasa 15 Desember 2015 pukul enam petang, umat wilayah St. Petrus Donoharjo Utara berkumpul bersama di Gereja St. Petrus Donoharjo Utara merayakan Misa Syukur penutupan kegiatan Silencio Incognito, perjalanan 40 hari mengikuti Yesus di padang gurun. Tampak umat memenuhi bangunan Gereja yang telah berusia lebih dari 40 tahun itu. Terlihat pula sebagian duduk di bangku tambahan di depan Gereja. Perayaan ekaristi  berjalan khidmat dipimpin oleh Romo Bondhan dari Semintari Tinggi St. Paulus Kentungan. Dalam homili, Romo Bondhan memberikan kesempatan Bapak Gregorius Garuda Sukmantara untuk berbagi pengalaman selama proses Silencio Incognito.

Usai perayaan ekaristi selesai, umat diajak bersama-sama menikmati sajian 40 lukisan karya Gregorius Garuda Sukmantara yang dipajang di sepanjang dinding bangunan Gereja baru yang belum selesai dan  masih terus dilakukan pengerjaan. Wedang jahe menjadi penghangat di malam yang semakin dingin dan menambah keakraban di antara umat yang hadir. Terima kasih kepada seluruh umat yang telah berkenan hadir.

Berikut photo liputan acara penutupan Silencio Incognito.

Sambutan Ketua Panitia sekaligus membuka acara

Interaksi Garuda Sukmantara dengan anak-anak


Penyerahan kenang-kenganan untuk keluarga Bapak Garuda

Penjelasan perjalanan Silencio Incognito melalui karya lukisan

Wedang jahe menjadi penghangat di malam yang semakin dingin



Monday, December 14, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-40: Hai....!!!

Hari ke-40: Hai....!!!
Setelah 40 hari, terwujudlah 40 buah lukisan. 40 lukisan wajah Yesus yang berbeda-beda. Mengapa berbeda? Mengapa tidak sama? Bukankah Yesus adalah satu orang yang mestinya dengan satu wajah yang sama? Untuk menjawabnya, marilah kita kembali pada masa kanak-kanak ketika kita duduk di bangku TK.
Mungkin guru kita pernah memberi perintah agar kita menggambar kedua orang tua kita. Dengan kemampuan yang terbatas, kita mencoba untuk menggambar figure ibu dan ayah. Figur ibu kita gambarkan dengan bulatan untuk kepala dengan rambut panjang, lalu diberi gambar gaun yang mungkin bentuknya sangat sederhana hanya berupa sebuah segitiga, lalu diberi kaki dan tangan. Gambar ayahpun hanya berupa bulatan dengan mata, hidung, dan mulut, lalu diberi rambut pendek dan baju serta celana. Ketika kita disuruh menunjukkan gambar kepada guru, dengan yakin kita maju. Saat ditanya pun kita menjawab dengan yakin bahwa itu adalah gambar ibu dan ayah.
Keyakinan itulah yang menjadi kunci. Seperti anak-anak yang yakin, meski seperti apapun gambar yang dibuatnya tetapi itu adalah gambaran dari orangtuanya, maka demikian pun ketika kita melihat figure Yesus. Semua tergantung pada keyakinan kita. Bukankah saat itu 2000 tahun yang lalu belum ada foto, sekalipun berupa lukisan pastilah lukisan itu sudah rusak. Tidak ada bukti yang valid mengeai wajah Yesus yang sesungguhnya. Maka sekali lagi tergantung pada keyakinan kita sendiri. Jika kita yakin bahwa itu adalah gambar Yesus, maka jadilah itu gambar Yesus.

---------------------------------------------------

Tembang Kinanthi

jinejer ing tlatah kayun
kangran kayun murwajati
pan umat samyo aminta
marang pangran maha widi
mrih gesang umat samya
ayem tentrem tresno asih

---------------------------------------------------

Terdapat di wilayah dusun Kayun/Kayunan. Seolah-olah padang gurun tempat Tuhan Yesus berdoa, maka oleh umat tempat tersebut dijadikan tempat doa umat/taman doa, yang disebut "Kayun Murwo Jati"
Harapan umat, mohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga khususnya umat sewilayah dan umat sedunia pada umumnya senantiasa damai sejahtera dan saling cinta kasih. Amin


(14/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Sunday, December 13, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-39: Maka Tersenyumlah

Hari ke-39 :  Maka Tersenyumlah
Yesus sudah dalam perjalanan untuk keluar dari padang gurun dan masuk ke keramaian untuk mewartakan Injil.
Tidak seperti ketika masuk ke dalam kesunyian padang gurun, Dia tidak membawa bekal yang cukup, bahkan bisa dikatakan tidak membawanya sama sekali. Namun ketika masuk ke dalam keramaian bekal pada-Nya sangat melimpah. Bukan bekal makanan, minuman, atau uang, melainkan pemahaman yang menyeluruh mengenai manusia. Dia masuk ke dalam keramaian manusia sebagai manusia yang sepenuhnya manusia, sekaligus sepenuhnya Allah.
Inilah yang membuat Dia penuh percaya diri namun juga penuh pengertian. Seandainya Dia hanya mengandalkan kepenuhan-Nya sebagai Putera Allah, maka Dia hanya penuh percaya diri dan kemungkinan mengandalkan kuasa-Nya untuk melihat dan menyelesaikan segala persoalan. Tetapi Dia juga sepenuhnya manusia, maka Dia bisa melihat dengan penuh pengertian pula. Inilah yang membuat Dia menjadi Guru yang bijaksana.
Jika kita hanya mengandalkan kuasa baik yang bersumber dari harta, kepandaian, ataupun pangkat dan derajat, maka kita akan menghadapi persoalan dengan penuh rasa percaya diri. Namun jika tanpa pemahaman dan pengertian pada kemanusiaan, akan muncul sikap sewenang-wenang, keinginan untuk memaksakan kehendak dan tidak mau mengerti orang lain. Muncul pula kecenderungan untuk memanfaatkan dan menguasai orang lain.
Mengikuti Yesus di padang gurun, membuat kita memahami kemanusian, memahami diri kita sendiri. Inilah bekal bagi kita untuk juga bisa mengerti dan memahami persoalan orang lain dengan benar. Berbekal dengan pengertian dan pemahaman ini kita akan bisa bersikap lebih bijaksana. Terlebih terhadap persoalan diri yang melibatkan orang lain.
Mungkin saja kita tidak mempunyai harta dan pengetahuan, kita tidak mempunyai derajat/ pangkat dan status yang tinggi di mata masyarakat. Namun kedekatan kita dengan Allah dan kesadaran untuk menyandarkan diri pada Allah, apa lagi yang masih kurang? Ketika kita mampu bersikap Allah saja cukup, apa lagi yang kita butuhkan?
Bersikap Allah saja cukup, bukan berarti kita tidak peduli sama sekali terhadap atribut dan bahasa duniawi. Apa yang ada pada kita, apapun itu, kita pandang sebagai anugerah Allah dan digunakan untuk mengungkapkan kasih Allah baik kepada keluarga, saudara, Gereja maupun orang lain. Sebagai anugerah Allah maka keterikatan kita bukan kepada obyek harta dan kuasa, melainkan kepada Allah. Inilah inti dari sikap Allah saja cukup. Allah menjadi satu-satunya andalan dan kita terikat kuat kepada-Nya.
Dengan bekal apa yang kita peroleh dari perjalanan mengikuti Yesus di padang gurun, apa lagi yang pantas untuk kita takutkan dan khawatirkan? Maka tersenyumlah. Kita hadapi seluruh persoalan dengan sikap yang benar. Kasih Allah akan melingkupi dan mewarnai hidup kita. Daya Roh Kudus akan selalu menyertai setiap langkah kita. Dengan berpijak pada kesadaran sebagai manusia yang berkaitan dengan manusia lain dan kesadaran akan hidup yang berkaitan dengan Allah Sang Sumber Hidup, kita akan menatap segala persoalan dengan sikap yang lebih tenang dan bijaksana.
Apa yang harus selalu kita ingat sekarang adalah menjaga kesadaran itu setiap saat. Godaan apapun yang akan kita hadapi kemudian, adalah upaya kuasa kegelapan untuk mengikis kesadaran tersebut. Upaya kegelapan akan menggiring kita untuk melupakan orang lain dan mementingkan kepentingan diri, bahkan membujuk kita untuk melupakan Allah dan menjauh dari-Nya. Dari mana pintu masuk kuasa kegelapan tersebut? Dari sikap yang tidak bisa mensyukuri apapun. Maka dengan terus bisa menysukuri apapun yang kita terima akan membuat pintu itu senantiasa tertutup terhadap kuasa kegelapan. Maka…tersenyumlah.
  
-------------------------
Gambuh – 4

Mapag sakeng bebendu
Datan ajrih, tan pingin lumayu,
Gesang pasrah mligi ing ngarsane Gusti,
Eling lan waspada tuhu,
Sumringah ndhepani lakon.
--------------------------


Menghadapi segala persoalan kehidupan, tidak takut tidak ingin melarikan diri. Hidup dipasrahkan pada kuasa Allah semata. Selalu ‘eling lan waspada’, membuat kita tersenyum gembira menghadapi kenyataan.)

(13/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Saturday, December 12, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-38 : PAX CHRISTI

Hari ke-38 :  PAX CHRISTI
Yesus telah melalui hari-hari yang berat selama di padang gurun. Hampir 40 hari telah Dia jalani dan kini masuk hari-hari terakhir dimana Dia harus meninggalkan padang gurun dan mulai berkarya di tengah keramaian. Selama di padang gurun, Dia mengalami berbagai godaan dan kesemuanya mampu Dia atasi. Kini berdiri sepenuhnya sebagai manusia dan sepenuhnya sebagai Allah. Manusia yang menjadi pusat kedamaian karena dari dalam Diri-Nya kedamaian itu terpancar dengan kuat.
Pax Christi, Damai Kristus. Kedamaian, suatu keadaan dimana tidak ada konflik, suasana yang harmonis dan tenang. Sebagai manusia Dia telah membangun kedamaian dengan diri-Nya sendiri, dengan Allah sebagai Bapa, dan dengan seluruh kehidupan. Maka Dia pun siap untuk mewartakan dan memberikan kedamaian itu bagi setiap manusia.
Kata Damai, begitu indah diucapkan, begitu sering kita suarakan. Namun demikian kedamaian dalam situasi sekarang semakin jauh dari kenyataan. Berbagai konflik terus terjadi di seluruh dunia. Benarkah semua konflik itu bisa selesai ketika masing-masing saling menyalahkan dan bersikukuh dengan kebenarannya sendiri? Tidak perlu jauh-jauh melihat ke luar, di dalam keluarga kita sendiri, benarkah kedamaian itu sudah menaungi dan mewarnai keluarga kita? Juga dalam komunitas, lingkungan dan wilayah, benarkah kedamaian yang sesungguhnya sudah terpancar dan bisa dirasakan oleh kita semua?
Salam Damai, telah menjadi ritus tetap dalam setiap Ekaristi. Kita saling bersalaman dan membagikan kedamaian, namun adakah konflik itu kemudian lenyap atau mereda dan kedamaian itu terwujud? Ataukah Salam Damai itu sekedar ritus yang kemudian berlalu tanpa arti dan lenyap tanpa meninggalkan bekas lagi?
Damai, rasa itu mestinya dimulai dari diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri, mendamaikan pikiran, perasaan dan sikap. Mendamaikan yang di luar dengan yang di dalam. Mendamaikan yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Berdamai dengan kasunyatan, berdamai dengan Allah, keluarga dan sesama.
Jika kita menginginkan kedamaian, maka bisa dimulai dari bertanya pada diri sendiri, apa yang membuat diri kita sendiri tidak merasa damai? Seringkali kedamaian itu tidak kita rasakan karena tertutup oleh rasa sakit hati, dendam dan kebencian, kekecewaan, atau tidak bisa menerima keadaan dan kenyataan yang telah terjadi. Lalu apa yang menyebabkan perasaan itu terus bercokol dalam kehidupan kita? Semua itu adalah sampah, dan tanpa sadar kita terus menyimpan bahkan memupuknya menjadi semakin besar. Semakin lama dan semakin besar tumpukan sampah itu akan membuat kedamaian semakin sulit untuk bisa kita rasakan. Biasanya muara dari perasaan-perasaan itu hanyalah merasa puas. Puas kalau bisa membalas sakit hati, puas kalau yang mengecewakan mengalami penderitaan dan kesengsaraan. Puas kalau dendam bisa terlampiaskan. Puas kalau kebencian itu bisa terungkap melalui kemarahan. Kalau sudah puas lalu apaa…??? Benarkah kemudian kedamaian itu terwujud? Tidak!
Selama di padang gurun, Yesus mengajarkan kepada kita bagaimana kita bisa berdamai dengan diri sendiri, bagaimana kita bisa menerima keadaan sepahit apapun. Jika kita bisa  menerima kenyataan yang paling pahit, maka kemungkinan merasa sakit hati menjadi sangat kecil. Jika kita tidak mudah kecewa, tidak mudah sakit hati, tidak mudah marah dan membenci, maka kedamaian akan lebih mudah kita rasakan.
Yesus, dalam Dia dan dari Dia lah kita belajar dan mengalami kedamaian itu. Dia adalah Pax Christi, marilah kita wujudkan kedamaian itu dalam kehidupan kita.
  

-------------------------
Gambuh - 3

Aneng ngendi angin nyusuh,
Den luru sewindu tan ketemu,
Ati kisruh kasunyatan tan katampi,
Rinten ndalu datan turu,
Yen tan nayuh aran wisma.

--------------------------

(Dimanakah angin bersarang? Dicari sewindu tidak akan ketemu. Hati selalu risau, kenyataan slalu ditolak. Setiap malam tiada bisa tidur, jika tidak mampu me-nayuh yang disebut wisma)

(12/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Friday, December 11, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-37: Selamat Tinggal Kesunyian

Hari ke-37: Selamat Tinggal Kesunyian
Hampir 40 hari lamanya Dia berteman kesunyian. Kini tiba saatnya untuk meninggalkan kesunyian tersebut, dan masuk ke dalam keramaian.
Kesunyian, selama ini sangat menakutkan kita. Kita senantiasa berusaha untuk menghindar atau membunuh kesunyian. Entah dengan menghidupkan televisi, radio, atau bergabung dengan keramaian. Kesunyian membuat hidup terasa hampa, tanpa teman. Padahal jika kita mau mengakrabinya, kesunyian itu akan menjadi teman yang menyenangkan.
Dalam kesunyian, kadang kita tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus bagaimana. Padahal kesunyian membebaskan kita sebebas-bebasnya untuk berbuat apa dan harus bagaimana, tanpa ada yang menghalangi mencela atau berkomentar. Maka yang salah bukanlah kesunyian itu, yang menyebabkan kita kebingungan bukanlah kesunyian itu.
Memang tidaklah baik selalu mengurung diri dalam kesunyian, tenggelam dalam waktu yang lama dalam kesunyian. Kita memang harus berinteraksi dengan manusia lain, kita harus masuk ke dalam keramaian, sebab di sanalah kita menyatakan diri sebagai manusia. Dorongan untuk kembali terlibat dengan manusia lain membuat kita harus rela meninggalkan kesunyian. Dan jika kita telah akrab dengan kesunyian itu sebelumnya, maka kita akan merasakan kerinduan untuk bertemu kembali dengannya.
Tuhan Yesus sudah demikian akrab dengan kesunyian, maka sesekali Dia pun merasakan kerinduan itu, dan menyingkir ke tempat sunyi. Namun masuknya Dia ke dalam kesunyian kembali bukan untuk membebaskan pikiran, melainkan untuk berjumpa dengan Bapa-Nya. Bahkan suatu ketika nanti, Dia akan masuk ke dalam kesunyian yang mencekam selama 3 hari sebelum akhirnya bangkit dari kubur-Nya.
Kesunyian, bagi Yesus bukan hal yang tabu dan harus disingkiri dan dihindari. Kesunyian justru memberi ruang yang terbuka untuk berjumpa secara pribadi dengan Bapa. Maka demikianlah kita semestinya, berani untuk meninggalkan kesunyian sekaligus mau menanggapi kerinduan untuk kembali masuk dan berjumpa secara pribadi dengan Bapa.

-------------------------
Gambuh - 1

Mati ing ngaurip iku,
Malbeng sunya ngrengkuh jagad suwung,
Batin luruh ing pangarsanipun Gusti,
Datan owel nglepas angkuh,
Mrih jangkep jejeging kayon.

--------------------------

(mati dalam hidup itu, masuk ke dalam kesunyian dan memeluknya. Merendahkan batin di hadapan Allah. Tidak sayang untuk melepaskan keangkuhan, agar sempurnalah berdirinya kehidupan.)

(11/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Thursday, December 10, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-36 : .....................

Hari ke-36 : .....................
Telur adalah awal dari terbentuknya kehidupan. Telur yang muncul atau mewujud, biasanya menjadi awal dari kehidupan serangga, unggas, dan binatang reptile. Namun hampir semua kehidupan berawal dari adanya telur, bahkan manusia berawal dari sel telur/ovum. Telur hanya bisa berkembang dan membentuk kehidupan ketika dibuahi, jika tidak maka tidak akan pernah muncul sebagai kehidupan baru.
Telur sebagaimana yang dipegang oleh Yesus seperti yang saya lukiskan, terdiri dari tiga bagian yakni: cangkang/kulit luar, putih telur dan kuning telur. Ketiganya merupakan gambaran dari raga, jiwa dan roh manusia. Raga yang rapuh, mudah retak atau pecah, namun memberi bentuk dan membuat jiwa dan roh aman di dalamnya.
Untuk bisa tumbuh sebagai kehidupan baru, maka ‘telur’ itu pun harus pula dibuahi. Dan Tuhan Yesus meniupkan Roh Kudus untuk membuahi roh kita. Roh yang telah dibuahi itu akan tumbuh dan lahir menjadi manusia baru.
Dalam percakapan dengan Nikodemus, Tuhan Yesus menyatakan bahwa untuk menjadi bagian dari Kerajaan Allah, seseorang harus dilahirkan kembali, dilahirkan kembali dari air dan Roh (bdk. Yoh 3: 4-5). Manusia yang dilahirkan kembali itu adalah manusia rohani dan inilah manusia baru yang dimaksudkan oleh Yesus.
Dalam hidup menggereja, telur itu juga merupakan gambaran dari liturgi, pengetahuan dan iman. Iman perlu juga dibuahi oleh Roh Kudus, sehingga ‘telur’ itu tumbuh, berkembang, dan lahir sebagai Gereja yang sesungguhnya. Jika iman itu dibuahi oleh Roh Kudus, maka liturgi dan pengetahuan akan menyatu dengan iman dan membentuk Gereja yang hidup. Sebaliknya, jika iman tidak pernah dibuahi oleh Roh Kudus, maka ‘telur’ itu akan tetap sebagai ‘telur’. Liturgi yang bagus dan indah, suatu ketika akan rapuh dan retak hingga pecah. Pengetahuan yang tinggi, suatu ketika akan membuat telur itu berubah menjadi busuk, dibuang dan membuat orang lain menjauh.
Kehidupan sebagai manusia baru, kehidupan sebagai Gereja yang hidup, hanya mungkin jika Roh Kudus turun dan membuahi ‘telur’.

-------------------------
Gambuh – 1

Ndhog gajah aneng susuh,
Den angremi dening manuk deruk,
Awan bengi mlaku datan migunani,
Pokalnya sarwa katutuh,
Urip pisan kadya layon.

--------------------------
(seumpama telur gajah di dalam sarang burung. Dierami oleh burung tekukur. Siang malam berlalu tanpa guna, tingkah seperti itu hanya mengundang celaan. Hidup sekali seperti mayat saja layaknya.)

(10/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Wednesday, December 9, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-35 : Sang Maestro Agung


Hari demi hari di padang gurun, apa yang dilakukan oleh Yesus? Adakah Dia hanya duduk melamun dan menghabiskan waktu tanpa melakukan sesuatu yang berarti? Tidak! Yesus pun melakukan sesuatu untuk mengisi waktu sehingga tidak terbuang tanpa arti. Diambil-Nya batu yang runcing dan batu lain yang keras sebesar kepalan tangan. Dipilih-Nya batu padas yang cukup besar dan mulailah Dia memahat batu besar itu dengan peralatan sederhana. Dia seorang anak tukang kayu yang tinggal di Nazareth, maka cukup akrab dengan pekerjaan memahat. Sedikit-demi sedikit batu padas itu mulai berbentuk dan mulai terlihat keindahannya.
Kesenian itu melekat pada keindahan, karena seni sendiri artinya adalah indah. Maka segala sesuatu yang indah, memenuhi matra-matra keindahan adalah kesenian. Seorang seniman adalah manusia yang dari dalam senantiasa ada dorongan untuk mewujudkan keindahan, orang yang hidup dari keindahan dan menghidupi keindahan.
Matra-matra keindahan bukan hanya gerak, irama, garis, warna, bentuk dan tata ruang atau nada. Kasih pun juga indah, dan unsur dari kasih yakni perjuangan, pengorbanan, kepedulian, kesungguhan pun merupakan matra dari keindahan kasih. Maka perwujudan kasih adalah keindahan dan barang siapa dalam dirinya senantiasa ada dorongan untuk mengungkapkan kasih, dia adalah seorang seniman. Orang yang hidup dari kasih dan menghidupkan kasih adalah juga seorang seniman.
Seorang pedagang pasar yang berjuang sejak dini hari untuk menghidupi keluarganya, dia adalah seorang seniman. Seorang ibu yang dengan tekun dan rela berkorban untuk mengasihi anak-anaknya adalah seorang seniman. Seorang yang dengan tekun dan tulus melayani pembeli, juga adalah seorang seniman. Seorang yang dengan rela perduli pada kehidupan orang lain dengan penuh kasih, dia juga adalah seniman. Dan Yesus berkorban, berjuang, untuk mengungkapkan kasih bagi manusia, bahkan dengan seluruh Diri-Nya, maka Dia adalah seorang seniman agung. Yesus adalah seorang maestro agung dalam mengungkapkan kasih yang terbesar sebagai keindahan.
Yesus bukan hanya memahat dan membentuk batu padas, tetapi juga membentuk hidup kita sehingga lebih indah. Bukan hanya satu atau dua manusia yang hidupnya menjadi indah melainkan milyaran manusia. Bukan hanya di jaman dahulu Dia melakukan karya agung-Nya, namun karya itu berlangsung selamanya. Dia terus bekerja, berkarya menghasilkan keindahan yang tiada tara. Dan Dia pun mengutus Roh Kudus untuk mendampingi dan membimbing kita sehingga kita pun bisa menjadi seniman sebagaimana diri-Nya.

-------------------------
Sinom -7
Risang kawi sampun murba
Mpu ning kaendahan ugi
Gesangipun dados karya
Karya pratelaning asih
Raga twin rah  dados warni,
Minangka karya yekti gung,
Dados endahing buwana,
Endah salami-laminya,
Ngutus kita dados Mpu ning sih kang estu.,
--------------------------

(Sastrawan besar telah muncul, Dia adalah seniman keindahan juga. Hidup-Nya menjadi karya, karya perwujudan dari kasih. Raga dan Darah-Nya menjadi warna dan menjadi karya yang sungguh agung, memperindah dunia selama-lamanya. Dia mengutus kita untuk menjadi seniman kasih yang sesungguhnya.)

(9/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)


Tuesday, December 8, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-34 : Kehendak-Nya

Hari ke-34 : Kehendak-Nya
Sementara itu pengikut-pengikut-Nya mengajak Yesus makan. "Bapak Guru," kata mereka, "silakan makan." Tetapi Yesus menjawab, "Ada makanan pada-Ku, yang tidak kalian tahu."
Maka pengikut-pengikut-Nya mulai saling bertanya, "Apakah ada orang membawa makanan untuk Dia?"  Lalu Yesus berkata, "Makanan-Ku adalah mengikuti kehendak Dia yang mengutus Aku, dan menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan-Nya kepada-Ku. Kalian berkata, 'Empat bulan lagi musim panen.' Tetapi Aku berkata kepadamu: Pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning, siap untuk dituai! Orang yang menuai sudah mulai menerima upahnya dan mengumpulkan hasil untuk hidup yang sejati dan kekal. Maka orang yang menabur dan orang yang menuai boleh bersenang bersama-sama.
Peribahasa ini benar juga, 'Yang satu menanam, yang lain menuai.' Aku menyuruh kalian pergi menuai di ladang yang tidak kalian usahakan; orang lain sudah bekerja di sana, dan kalian menerima keuntungan dari pekerjaan mereka." (Yoh. 4: 31-38)
----------

Sebulan lebih Dia tidak makan, adakah Dia tidak merasa lapar? Sebulan lebih Dia tidak minum, adakah Dia tidak merasa haus? Jika melihat kembali dialog Yesus dengan perempuan Samaria dimana Dia menyatakan diri-Nya sebagai Air Hidup, maka tentu saja sebagai air Dia tidak lagi membutuhkan air. Sekarang pun Dia menyatakan Diri-Nya sebagai makanan yang mana para murid tidak tahu, dan tentu saja sebagai makanan Dia tidak membutuhkan makan. Namun mengkaitkan air kehidupan dengan air dari sumur, serta makanan yang Dia maksudkan dengan makanan seperti roti tidaklah tepat. Meski demikian toh Yesus mengkaitkannya juga dan itu mungkin membuat kebingungan para murid.
Bagi Yesus, makanan-Nya adalah mengikuti kehendak Bapa, dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa. Marilah kita melihat, adakah pembangunan kapel dan taman doa ini adalah kehendak Bapa? Adakah pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa kepada kita? Jika kita melihatnya demikian maka kita pun bisa belajar dari pada-Nya dengan menjadikan kehendak Bapa serta pekerjaan yang Dia berikan sebagai makanan kita.
Jika memang kita meyakini pembangunan kapel adalah kehendak Bapa dan bukan kehendak kita sendiri. Pekerjaan ini adalah kehendak Bapa dan bukan sekedar kesibukan untuk mengisi waktu luang, maka kita tentu merasa lapar dan ingin segera menyelesaikan semua ini. Dan mari kita melihat pula, adakah ‘makanan’ ini tidak terasa enak? Apa yang membuat ‘makanan’ ini tidak terasa enak? Sebagaimana ketika kita sedang sakit, maka makanan apapun yang masuk ke mulut akan terasa pahit, dan membuat kita enggan untuk makan. Mungkin…, saat ini pun kita sedang sakit atau tidak enak badan sehingga ‘makanan’ ini tidak terasa nikmat dan kita enggan untuk melahapnya. Maka persoalannya adalah bagaimana kita menyembuhkan diri kita dari sakit tersebut? Bagaimana kita mengupayakan supaya iman kita kembali menjadi sehat, persaudaraan kita menjadi sehat. Hanya dengan berusaha menjadi sehat maka kita akan menghadapi ‘makanan’ ini dan melahapnya dengan rasa nikmat.
Demikian pula dengan taman doa ini. Taman Doa ini akan selesai jika kita melihat-Nya sebagai kehendak Bapa dan bukan sekedar ide seseorang. Menjadi nikmat rasanya kalau iman kita sehat dan menghidupi taman doa ini dengan benar. Jika kita selalu mementingkan untuk bisa makan makanan jasmani, mengapa kita tidak juga mementingkan ‘makanan’ yang satu ini? Bukankah ‘makanan’ ini yang bisa membuat kita mengalami hidup kekal, sementara makanan jasmani hanya akan membuat kita lapar lagi dan lapar lagi?

-------------------------
Sinom -6

Estu raga betah tedha
Suksma jiwa betah ugi
Tetedhan kang mboten muspra
Ndamel gesang ing salami
Nenggih Kersa Dalem Gusti
Minangka tedhan kang estu
Kang bakal nuwuhken iman
Suksma kiat salaminya
Ndherek Gusti ing kamulyan ingkang agung.
--------------------------


(Benarlah bahwa raga membutuhkan makanan, namun jiwa dan roh memerlukan juga. Makanan yang tidak akan sia-sia karena membuat hidup selamanya. Hanya kehendak Allah yang merupakan makanan yang sesungguhnya, yang akan menumbuhkan iman hingga roh kuat selamanya. Mengikuti Tuhan dalam kemuliaan yang terbesar.)

(8/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Monday, December 7, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-33 : Mengalami Dia

 
 Hari ke-33 : Mengalami Dia
Banyak orang Samaria penduduk kota itu percaya kepada Yesus, karena wanita itu berkata, "Ia mengatakan kepada saya segala sesuatu yang pernah saya lakukan."  Maka ketika orang-orang Samaria itu bertemu dengan Yesus, mereka minta dengan sangat supaya Ia tinggal dengan mereka. Jadi Yesus tinggal di situ dua hari lamanya. Kemudian lebih banyak lagi orang percaya kepada Yesus karena apa yang diajarkan-Nya sendiri kepada mereka.  Mereka berkata kepada wanita itu, "Kami percaya sekarang, bukan lagi karena apa yang engkau katakan kepada kami, tetapi karena kami sendiri sudah mendengar Dia, dan tahu bahwa Ia memang Penyelamat dunia." (Yoh. 4: 40-41)

Selama 33 hari kita bersama melihat lukisan wajah Yesus, mendengar pembicaraan mengenai Yesus. Kita percaya karena orang lain berkata kepada kita, dan sekalipun melihat kita hanya melihat lukisan yang belum tentu sama dengan kenyataannya. Seandainya kita mengalami apa yang dialami oleh orang-orang Samaria, tentu kita pun akan berbicara seperti mereka, bahwa kita percaya bukan lagi karena kata orang, melainkan karena kita melihat-Nya sendiri dan mengalami sendiri, mendengar langsung apa yang Dia katakan.
Sungguhkah kita tidak pernah mengalami Dia? Marilah kita renungkan bersama perjalanan selama 33 hari ini. Perjalanan mengikuti Yesus ke padang gurun. Mungkin kita beranggapan bahwa ini hanya merupakan sebuah acara. Ini hanya upaya untuk menggalang dana, dan masing-masing dari kita diberi kewajiban untuk bertugas jaga secara bergiliran. Artinya kita sadar bahwa ini semua bukan perjalanan yang sesungguhnya. Bukan mengikuti Yesus yang sesungguhnya, bukan mengalami Yesus yang sesungguhnya.
Setiap malam kita berkumpul dan beribadat di sini, adakah ini sebuah keterpaksaan? Rasanya tidak. Sebab jika memang terpaksa, tidak ada yang memaksa, rasanya lebih nyaman berada di rumah daripada berada di sini pada malam hari yang dingin dan kadang hujan. Kehadiran kita untuk beribadat merupakan kerelaan kita untuk berdoa bersama.
Bayangkanlah jika acara ini tidak pernah ada. Apakah kita mengalami dan mengetahui seperti yang kita alami dan ketahui sekarang? Marilah juga kita pandang saudara kita yang lain yang berkumpul di tempat ini, adakah kita akan duduk bersama dan merasa dekat jika acara ini tidak pernah ada? Jika kita mau merasakan, maka apa yang kita rasakan sekarang merupakan buah dari kerelaan kita untuk hadir dan berada di tempat ini. Apa yang kita rasakan saat ini adalah buah dari pengalaman mengikuti Dia.
Marilah sisa hari-hari ke depan benar-benar kita hayati sebagai pengalamaan perjumpaan dengan-Nya. Kita jadikan pengalaman tersebut sebagai kesempatan untuk mengalami Dia. Jika benar itu bisa kita rasakan, maka kita pun akan mampu berkata sebagaimana orang-orang Samaria.

----------
Sinom -5

Punapi ta kasunyatan?
Kalamun tan wonten asih
Minangka dados pepadhang
Sagung ingkang kadadosan
Pratelaning sihing Gusti
Kersaa  mlebet ing kalbu
Gusti tansah sinewaka
Sumadya paring berkah-Nya
Yekti sedaya dados sunyata agung.
--------------------------


(apakah kenyataan itu, Jika tidak ada kasih sebagai penerangan hidup? Segala yang terjadi merupakan perwujudan dari kasih Allah. Hendaklah masuk ke dalam kalbu, karena Allah senantiasa tinggal di sana. Dia sedia memberikan berkat-Nya, agar semua menjadi kenyataan yang indah.)

(7/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Sunday, December 6, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-32 : Yesus Sumber Air Kehidupan

Hari ke-32 : Yesus Sumber Air Kehidupan
Apa yang terbayang ketika melihat hamparan pasir di gurun? Kering, tandus, tanpa air. Jika Yesus berdiri di atas hamparan pasir itu, sebagai manusia dalam tubuh-Nya sendiri banyak mengandung air. Tubuh-Nya banyak mengandung air, darah-Nya 90% terdiri dari air. Maka Dia yang berdiri di atas hamparan pasir, merupakan sumber air.
Ketika Yesus bertemu dan berdialog dengan perempuan dari Samaria di dekat sumur Yakub, Dia menyatakan bahwa diri-Nya adalah sumber air hidup, barangsiapa minum daripada-Nya tidak akan haus lagi. Jika secara fisik Yesus yang berdiri di padang gurun merupakan sumber air, terlebih ketika kita memaknai Dia sebagai sumber air kehidupan sebagaimana yang Dia katakan, Yesus benar-benar menjadi sumber air kehidupan yang berlimpah.
Marilah kita melihat kehidupan kita dan membayangkannya sebagai padang gurun, dan kita melihat Yesus berdiri di padang kehidupan kita. Adakah kita melhat Dia benar-benar sebagai sumber air yang menyegarkan dan melegakan kehidupan kita?

----------
Sinom -4

Jumeneng ing ara-ara
Gurung ngorong kraos aking
Pados toya panguripan
Sumber sampun sinewaka
Ngrengkuh raos kang kumitir
Estu kanugrahan agung
Dene Gusti paring tresna
Mring mba para  manungsa
Kanthi manah kita munjuk puji syukur.
--------------------------


(Berdiri di atas padang gurun, kerongkongan haus dan rasanya teramat kering. Mencari air kehidupan, dan sumber air telah hadir. Merengkuh rasa yang senantiasa khawatir. Sungguh karunia yang sangat besar, dimana Tuhan menganugerahkan kasih-Nya, bagi kita pada manusia. Marilah dengan hati kita haturkan puji dan syukur.)

(6/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Saturday, December 5, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-31 : Akulah jalan Kebenaran dan Hidup

 Hari ke-31 : Akulah jalan Kebenaran dan Hidup
Berdiri di tengah hamparan pasir dan batu-batu. Tidak ada jalan di sana, semua ruang bisa menjadi jalan. Namun Dia yang berdiri di tengah hamparan itulah jalan yang sebenarnya. Sebab Dia adalah jalan Kebenaran dan Hidup. Untuk memastikan benarkah Dia adalah jalan, marilah kita ingat kembali peristiwa-peristiwa beberapa tahun kemudian setelah Dia keluar dari padang pasir.
Peristiwa ketika Yesus diadili dan dihadapkan pada Pilatus. Ketika Pilatus berdua dengan Yesus, dia mengajukan pertanyaan: “Apakah kebenaran itu?” dan Yesus tidak menjawab (bdk. Yoh 18: 38a). Sebelumnya Yesus telah berkata kepada Pilatus ketika menjawab pernyataan Pilatus, “Jadi Engkau adalah raja?”, kata-Nya: “Engkau mengatakan bahwa Aku adalah Raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran. Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Pada kesempatan lain, Yesus mengajar para murid dan menjawab pertanyaan Tomas;
Kata Tomas kepada-Nya: “Tuhan, kami tidak tahu kemana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia. (Yoh. 14: 5-7)
Yesus tidak menjawab pertanyaan Pilatus, karena Dia sendiri adalah kebenaran itu. Pilatus mempertanyakan Kebenaran yang jelas tampak di depan matanya, namun dia tidak mampu melihatnya. Bagaimana dengan kita, apakah kita juga tidak mampu melihat-Nya? Jika kita mampu melihat-Nya, maka kita akan mengenal-Nya. Jika kita mengenal Dia maka kita pun mengenal Bapa. Jika kita tidak mampu mengenal dan melihat Dia, maka kita pun tidak mampu mengenal dan melihat Bapa.


----------
Sinom -3

Sinten pirsa kasunyatan
Nora bingung ing ngaurip
Margi yekti pun trawaca
Datan wonten kang siningit
Namung palang ing pamikir
Tan pitados yektosipun
Nampik kang datan katingal
Dalah kang katingal ugi
Mbalilung pamikir dateng kasunyatan
--------------------------


(Siapa yang melihat kebenaran, tidak akan kebingungan dalam menjalani hidup. Jalan kebenaran itu sudah jelas terlihat, tidak ada yang disembunyikan. Namun penghalang ada di dalam pikiran, yang tidak percaya akan kenyataan. Menolak semua yang tidak kelihatan, bahkan juga yang kelihatan. Kebingungan berpikir soal kebenaran.)

(5/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Friday, December 4, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-30 : Allah saja Cukup

Hari ke-30 : Allah saja Cukup
Dalam Dia ada hidup, dan hidup itu adalah terang bagi manusia. Terang itu berada dalam kegelapan dan kegelapan tidak menguasai-Nya (Yoh. 1: 4-5)
Ketika berada dalam kehampaan, kuasa kegelapan menggoda-Nya dengan gemerlap dunia. Seluruh kuasa atas dunia dan manusia akan diserahkan kepada-Nya, dengan satu syarat, yakni Dia mau menyembah iblis sang penguasa kegelapan. Dalam Inji Yohanes, Dia diperkenalkan sebagai terang yang datang ke dunia. Terang yang menerangi hidup manusia dan kegelapan tidak mengusai-Nya. Maka tawaran dari iblis itu jelas merupakan bentuk pengingkaran akan Diri-Nya sendiri. Dengan tegas pula Dia menolak dan mengatakan bahwa Allah-lah satu-satunya yang harus disembah. Bagi Dia, Allah saja cukup. Bagaimana bagi kita?
Yesus mengajarkan kepada kita semua, “Carilah dahulu Kerajaan Allah, maka yang lain akan digenapkan kepadamu…”, hal itu menunjukkan bahwa Dia menghendaki orientasi pertama dan utama kita adalah Allah. Segala hal yang lain merupakan penggenapan dari komitmen kita dalam mengutamakan Allah. Kenyataannya seringkali kita lebih mengutamakan yang lain dan Allah hanya sebagai penggenapan saja. Kita terbiasa untuk mencari yang lain terlebih dahulu dan perkara Kerajaan Allah itu urusan nanti, kalau sudah mau mati. Ketika kita mengutamakan hal yang lain di luar Allah maka kuasa kegelapan akan dengan mudah menguasai kita dan kita pun akan melupakan Allah.
Hidup dalam relasi dengan Allah merupakan dasar bagi kita. Kesadaran akan penyertaan Allah, akan membimbing kita untuk melakukan segala sesuatu secara benar, dan akan menghasilkan buah yang baik dan benar pula. Buah yang baik dan benar itulah yang menjadi penggenapan dari hidup rohani. Maka dengan cara demikianlah kita mengkuduskan dunia.

----------
Sinom -2

Ngantu rawuhe pepadhang
Kandheg aneng tlatah wingit
Iblis setan kang kuwasa
Laku nasar wuta ati
Jumangkah tansah kuwatir
Urip kadya katalikung
Margine mung pamartobat
Angantu rawuhing Gusti
Gusti yekti suluhing gesang sunyata
--------------------------


(Merindukan datangnya terang, berhenti di suasana yang menakutkan. Iblis setan yang berkuasa, membuat langkah tersesat dan hati buta. Melangkah dalam kekhawatiran, hidup seperti terbelenggu. Jalannya hanyalah pertobatan. Menantikan datangnya Tuhan, karena hanya Tuhan yang menjadi penerangan hidup yang sesungguhnya.)

(4/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

Thursday, December 3, 2015

SILENCIO INCOGNITO Hari ke-29 : Malam Sunyi Senyap

Hari ke-29 : Malam Sunyi Senyap
Dalam kesunyian  malam dan keheningannya, Dia duduk di atas hamparan pasir. Apakah yang hendak Dia lakukan? Akankah Dia mengikuti pikiran dan angan-angan yang mengembara? Jika diikuti, akan sampai kemana dan untuk apa? Hanya sekedar untuk melewatkan waktu agar semua cepat selesai? Tidak! Dia tak hendak membuang waktu begitu saja. Akan lebih bermanfaat jika waktu itu digunakan dan tidak ditelan oleh kesunyian lalu berlalu begitu saja. Maka Dia pun membetulkan letak duduknya.
Dia duduk diam dan mengamati. Mengamati dirinya sendiri, mengamati pikiran-Nya, mengamati nafas dan detak jantung-Nya. Hanya mengamati, tidak mengikuti kemana pikiran itu mengajaknya pergi. Hanya mengamati, tidak sibuk mengatur dan menghitung nafas serta detak jantung-Nya. Dia pun tenggelam dalam mengamati dan hanya mengamati, menyadari dan hanya menyadari.
Dalam kesadaran itulah, Roh yang menopang hidup-Nya muncul sebagai Diri-Nya. Dia yang hidup berbicara dengan kehidupan. Dia yang hidup menjadi bagian dari kehidupan, Roh-Nya seperti katak yang menyelimuti liangnya.
Keheningan di malam yang sunyi senyap, mengantarkan Dia masuk ke dalam kasunyatan yang tidak pernah dijelajahi manusia. Kasunyatan bahwa kehidupan ada dalam rengkuhan Bapa yang menciptakannya, dan Dia menyatu dalam kasunyatan itu, hingga fajar datang menyongsong kehidupan baru.

----------
Sinom -1

Saben medal saking wisma
Lelana laladan sepi
Ngikis kikising sunyata
Mrih pana pranaweng kapti
Srep sirep sagung pikir
Pangangene katalikung
Sengguh lungguh patrap raga
Patrap suksma ing ngasepi
Treping brata pinanggya wahyu jatmika
--------------------------


( Setiap keluar dari ‘rumah’ berkelana di hamparan sepi nan sunyi. Mengikis lapis demi lapis kenyataan. Agar terlihat keindahan yang harus terlihat. Tidur lelaplah seluruh pikiran, angan-angan pun dibelenggu. Duduk mantap menyiapkan raga, menyiapkan roh dalam kesunyian, laku yang benar untuk menemukan wahyu kebaikan.)

(3/12/2015 - Gregorius Garuda Sukmantara)

TE DEUM


Te Deum


Te Deum laudámus,
te Dóminum confitémur.
Te ætérnum Patrem,
omnis terra venerátur.
Tibi omnes ángeli,
tibi cæli et univérsæ potestátes,
tibi chérubim et séraphim
incessábili voce proclámant.
Sanctus, Sanctus,
Sanctus Dóminus Deus Sábaoth.
Pleni sunt cæli et terra
maiestátis glóriæ tuæ.
Te gloriósus
apostolòrum chorus,
te prophetárum
laudábilis númerus,
te mártyrum candidátus
laudat exércitus.
Te per orbem terrárum
sancta confitétur Ecclésia,
Patrem imménsæ maiestátis,
venerándum tuum verum
et únicum Fílium.
Sanctum quoque
Paráclitum Spíritum.
Tu rex glóriæ, Christe.
Tu Patris sempitérnus es Filius.
Tu, ad liberándum susceptúrus hóminem,
non horrúisti Virginis úterum.
Tu, devícto mortis acúleo,
aperuísti credéntibus
regna cælórum.
Tu ad déxteram Dei sedes,
in glória Patris.
Iudex créderis esse ventúrus.
Te ergo quǽsumus,
tuis fámulis súbveni,
quos pretióso sánguine redemísti.
Ætérna fac cum sanctis tuis